mouse cursor

Elegant Rose - Move

Friday, March 23, 2018

Kredit Pendidikan, Belajar dari Amerika



Kredit telah menjadi hal lumrah di era ekonomi modern saat ini. Berbagai barang dan jasa bisa didapat melalui fasilitas kredit. Bahkan kita kerap mendapati bujuk rayu macam-macam kredit. Tentu dengan beragam kemudahan dan tawaran manis lainnya. Tapi, bagaimana dengan kredit pendidikan atau student loan?

Wacana kredit pendidikan digulirkan oleh Presiden Joko Widodo belum lama ini. Hal ini disampaikan pada acara pertemuan dengan para pimpinan perbankan Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Kamis (15/3/2018). Dalam pertemuan tersebut, Jokowi memberikan masukan agar kredit pendidikan dijadikan bagian dari produk finansial yang bisa dinikmati masyarakat. Masukan ini mendapat respons positif, khususnya dari Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir.


Agen Ceme Terpercaya - Ada yang menarik dari masukan Jokowi soal kredit pendidikan. Dalam pidatonya, Jokowi menyitir kesuksesan Amerika yang telah cukup lama mengimplementasikan kredit pendidikan. Menurutnya, hal ini terlihat dari total nilai kredit pendidikan yang lebih tinggi dari total pinjaman kartu kredit di Amerika. Jelas, Jokowi ingin menduplikasi kesuksesan ini di Indonesia.

Tak ada salahnya kita menjadikan negara lain sebagai rujukan. Apalagi dalam dunia pendidikan tinggi, Amerika dikenal sebagai sebuah negara dengan sistem pendidikan dan universitas terbaik dunia. Tapi, lebih baik jika kita menelaahnya lebih dalam. Jangan sampai terburu-buru dan hanya melihat dari beberapa sisi saja. Termasuk, soal kredit pendidikan ini.

Sejarah

Dalam sejarahnya, kredit pendidikan pertama kali digulirkan di Amerika pada 1840. Kredit ini diberikan pada mahasiswa yang masuk ke Harvard University kala itu. Namun, kredit pendidikan yang dikelola pemerintah Federal pertama kali diberikan pada 1958. Program ini merupakan bagian dari titah The National Defense Education Act. Undang-undang ini respons dari eskalasi politik yang terjadi di era 1950-an antara Amerika dan Uni Soviet yang juga merambah ranah pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Pada awal peluncuran kredit pendidikan oleh pemerintah Amerika, aksesnya dibatasi. Yang bisa menikmatinya hanya mereka yang akan melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi dengan modal akademik yang baik. Khususnya mereka yang berprestasi di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika.

Pelaksanaan kredit pendidikan di Amerika melibatkan pihak pemerintah dan swasta (institusi keuangan). Pemerintah berperan dalam penyediaan dana dan pengawasan. Sedangkan swasta bertugas mengelola dan menyalurkan dana kepada warga. Tentu saja, ada bagi untung antara kedua pihak dari bunga kredit yang didapat.

Sejak 1958, program kredit pendidikan di Amerika terus diperkuat dengan sederet kelengkapan undang-undang dan peraturan. Teknis pelaksanaannya pun terus diperbarui. Misal, akses pada kredit ini semakin dibuka lebar. Saat ini, siapa saja warga Amerika bahkan non-Amerika dengan kondisi tertentu, seperti pengungsi, bisa menikmatinya. Selain itu, sejak 2010 pemerintah Amerika tidak lagi melibatkan swasta. Seluruh proses penyediaan, pengelolaan, dan penyaluran kredit serta pengawasannya dilakukan oleh pemerintah. Akibatnya, banyak institusi swasta yang mengeluarkan produk kredit pendidikan sendiri.

Kesuksesan Amerika dalam penyelenggaraan kredit pendidikan bisa dilihat dari dua aspek. Pertama, peningkatan nilai kredit. Dalam tiga dekade pertama, total nilai kredit pendidikan mencapai 10 miliar dolar pada 1986. Nilai ini meroket hingga pada tiga dekade berikutnya, tercatat 1,4 triliun dolar pada 2017. Lebih dari 80 persen dari nilai ini berasal dari kredit pemerintah Federal Amerika. Hal ini pula yang sempat dikutip Jokowi pada pidatonya di hadapan bos-bos perbankan Indonesia. 

Kedua, peningkatan angka partisipasi pendidikan tinggi. Menurut data Bank Dunia, angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi Amerika pada 1950-an tak sampai 20 persen. Namun, pada 2015 angka ini meningkat pesat menjadi lebih dari 85 persen. Bahkan, sempat mencapai lebih dari 96 persen pada 2011. Pesatnya pertumbuhan angka partisipasi ini tak lepas dari andil besar kredit pendidikan.



Agen Ceme Terpercaya - Berujung Masalah

Di Amerika, kredit pendidikan telah terbukti membuka akses pendidikan tinggi lebih luas pada warganya. Namun, pada kenyataannya program ini juga menimbulkan masalah lain yang lebih pelik.

Dalam perkembangannya, kredit pendidikan menjadi pilihan kebanyakan warga Amerika untuk membiayai kuliah. Pada 2014, Wall Street Journal mencatat lebih dari 70 persen lulusan sarjana di Amerika pada tahun itu memiliki pinjaman kuliah. Akibatnya, sebagian besar sarjana Amerika telah terlilit utang di hari pertama kelulusan mereka.

Jumlah kredit pendidikan per orang di Amerika pada 2014 berkisar 39 ribu sampai 42 ribu dolar. Jumlah ini terus meningkat seiring biaya kuliah yang semakin mahal dan bantuan pemerintah yang terus berkurang. Tentu saja jumlah ini di luar bunga yang harus mereka bayar di kisaran 4-10 persen. Mereka yang berutang hanya merasakan lega sebentar. Mereka diberikan kesempatan beberapa bulan, atau setahun setelah lulus sebelum akhirnya dikenai kewajiban membayar kredit.

Lilitan utang kuliah yang tak sedikit membuat banyak sarjana kesulitan dalam memulai kehidupan setelah lulus. Walaupun jumlah pembayarannya disesuaikan dengan pendapatan, bunganya tetap dikenakan. Semakin lama masa pelunasannya, semakin besar pula bunga yang harus dibayar. Dengan rata-rata pendapatan tahunan sarjana Amerika di bawah 50 ribu dolar, mereka baru bisa melunasi kredit pendidikan setelah 10 tahun. Tak sedikit pula yang membutuhkan waktu 15-20 tahun.

Menurut Sara Goldbrick-Rab, profesor sosiologi dan kebijakan pendidikan tinggi di Temple University, student loan atau kredit pendidikan justru disinyalir menjadi salah satu penyebab kesenjangan di Amerika. Mereka yang mengambil kredit pendidikan, setelah lulus tak lantas kondisi ekonomi dan sosialnya membaik dengan signifikan. Walaupun pendapatan mereka lebih tinggi dari orangtuanya, tak sedikit yang harus mereka bayarkan untuk melunasi kredit tiap bulannya. Bahkan tak sedikit yang kondisinya lebih buruk daripada orangtuanya.

Kredit pendidikan di Amerika telah dianggap sebagai lintah. Mahasiswa dan orangtua akan terus diisap hasil kerja kerasnya. Lilitan utang yang besar dan pendapatan yang tak sepadan membuat kesenjangan makin lebar. Kritik keras dari berbagai pihak terus dilontarkan agar kebijakan ini diubah. Daripada memberikan utang, lebih baik pendidikan tinggi dibuat terjangkau. Ini suara yang semakin lantang terdengar dan menjadi keinginan banyak pihak.

Semoga Indonesia bisa belajar dari pengalaman Amerika soal kredit pendidikan. Jangan sampai hal yang diharapkan menjadi solusi justru menjadi masalah baru. Sebetulnya apa yang tengah didengungkan dan diupayakan di Amerika akan pendidikan tinggi yang terjangkau, Indonesia sudah memilikinya. Misal, dana pendidikan 20 persen ditambah Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebagai sistem pembayaran kuliah yang disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mahasiswa. Walau belum sempurna, kedua hal ini layak menjadi solusi dan model bagi negara lain, bahkan Amerika.


Post By: AlamPoker.net

No comments:

Featured Post

Jumlah Produk Kopi RI yang Bisa di Ekspor Makin Berkurang

Jumlah Produk Kopi RI yang Bisa di Ekspor Makin Berkurang Agen Ceme Terpercaya - Jakarta - Kouta ekspor kopi Indonesia dari tahun ke...